Hai Bayi,
Malang nian nasibmu terlahir di bumi
Pasalnya Kau akan dirudapaksa dunia ini
Bagai tunasusila dicekoki berahi,
tanpa henti setiap hari.
Bayangkan, Yi
Ada institusi netral memproklamasikan independensi
Ternyata hanya membeo karena politisasi
Agar dapat komisi oleh orang-orang berdasi.
Betapa ironi.
Bayangkan, Yi
Semua orang berorasi
Berkoar-koar pentingnya toleransi
Diberi saran ada jalan lebih sehat dr orasi, langsung dicaci
Ngakunya “toleran”, dapat kritik sedikit ia muntahi.
Bayangkan, Yi
Semesta berkolusi membentuk konspirasi
Kreativitasmu dianggap anomali
Tak seragam dengan dogma konservatif yang dianggap kitab suci,
Kau ‘kan diharamkan bak babi.
Bayangkan, Yi
Riak air dituntut menjadi kobaran api
Mimpi serta potensi terasumsi fantasi
Bahkan cipta karsa tak terhitung seni
Hanya jumputan sampah dalam gelak basi.
Bayangkan, Yi
Mulai sekarang Kau akan selalu menangis setiap bangun pagi
Kau tidak akan sadar bahwa orang-orang yang melihatmu akan tertawa hi hi hi
Menyerahlah! Bahkan cinta-kasih dari Abi dan Ummi,
Tidak seratus persen dari hati.
Duhai Bayi,
Silahkan belajar berdiri,
Lalu resapi sendiri,
Konotasi kehidupan dalam kacamata diri
Kau hanya akan melihat jutaan ilusi.
Jatinangor, 19 September 2014.
Pukul 12.40 WIB